Mahameru Mahameru
Mahameru, Cuma itu yang ada di otak gua sekarang. Demi mahameru gua relain melepaskan pekerjaan. Mengundurkan diri adalah pilihan terakhir, gua terpaksa harus
mengudurkan diri karena tidak bisa cuti – usia gua berkerja belum genap
satu tahun. Enggak apa-apa kehilangan pekerjaan yang penting tidak
kehilangan pengalaman. Bagi gua masa muda adalah anugerah dari tuhan yang
diberikan kepada manusia hanya sekali dan harus digunakan dengan baik. Gua memilih
menggunakan masa muda semaksimal mungkin, gua lakukan apa yang gua mau, gua
lakukan apa yang gua suka, gua lakukan apa yang nanti ga bisa gua lakukan
disaat tua. Gua yakin semua orang juga pasti ngelakukan hal yang sama. Bagi anak
yang baru kemarin lulus sekolah gaji yang gua terima tiap bulannya memang cukup
besar. Tapi setelah berpikir kembali apabila tetep memilih pekerjaan ini, ga
akan ada perkembangan pada diri gua. Gua sama aja seperti mesin yang setiap
harinya hanya bekerja lalu beristirahat, dan begitu terus sampai mati. Oleh karena
itu gua putusin untuk mengundurkan diri.
Sambil
menunggu acc surat pengunduran diri, Gua
langsung ngeboking tiket kereta, dan bodohnya karena tidak pernah naik kereta jarak jauh,
gua tidak tahu waktu saat high season. Tiket
kereta Matarmaja Jakarta-Malang yang diincar sudah habis terjual sampai awal
Oktober. Karena keterbatasan dana dan kesibukan dari temen-temen yang berbeda-beda akhirnya kita putuskan untuk gagal ke Semeru. Lalu kita cari
alternatif tempat liburan lainya. Setelah browsing-browsing gunung yang dekat
dari Tangerang, akhirnya kita di bingungkan oleh kedua gunung. Antara Papandayan
atau Cikuray. Cikuray lebih tinggi dari Papandayan tapi menurut informasi yang
didapatkan dari browsing bahwa trek Papandayan lebih mudah dibandingkan
Cikuray. Karena kita pemula semua, alhasil kita memilih Papandayan.
H -1
keberangkatan, kita berkumpul untuk mempersiapkan kebutuhan makanan untuk
ngedaki. Dasar pendaki karbitan, kita malah sibuk mempersiapkan makanan dan untuk persiapan
alat outdoornya kita hanya mempersiapakan seadanya dan sesuai nalar kita
tentang gunung saja.
1.
Jaket,
karena digunung pasti dinging.
2.
Alat
masak, kalo ga ada ini nanti ga bisa makan.
3.
Tenda,
untuk tidur.
4.
Tas
carrier, buat bawa barang-barang.
5.
Sepatu
atau sendal, bebaslah sepunya anak-anak aja.
6.
Senter,
buat malem kalo buang air.
Ya Cuma itu yang kita persiapkan. Kita tidak mempersiapkan
sleeping bag, matras, dan obat-obatan. Pendakian kita sangat asal-asalan
sekali, namanya juga pendaki karbitan. Korban 5cm.
Hari H,
saatnya berangkat. Sebelum berangkat kita berkumpul di basecamp untuk pembagian
barang bawaan. Ketika lagi sibuk dengan barang-barang yang akan dibawa, ada
Mail dateng menghampiri kita. Mail adalah abang-abangan yang sudah sangat
berpengalaman sama pendakian gunung. Akhirnya kita basa-basi menawarkan Mail
untuk ikut bergabung dengan pendakian ini. Tak disangka-sangka ternyata Mail
langsung meng’iyakan tawaran kita. Karena Mail sudah berpengalaman, dia coba
mengecek kembali persiapan kita dan melihat hasil packing pada carrier kita
masing-masing. Setelah melihat persiapan dan hasil packing yang kita lakukan,
Mail langsung memberikan komentar “buseh
elu pada egois egois amat, ini carrier masih pada kosong juga. Mending barangnya
disatuin aja semua, biar isi carriernya pas, engga longgar. Jadi dibawanya enak”
dia juga menanyakan keberadaan sleeping
bag dan matras? Dikarenakan ga punya dan males menyewa, gua jawab dengan
entengnya “ngapain bawa gituan? Kan udah ada jaket” Mail langsung diam dan
tersnyum. Gua ga tau maksud dari senyumannya apa? Mail kemudian langsung pulang
ke rumah untuk melakukan persiapan kebutuhan diirinya. Setelah kembali lagi,
Mail menyumbang 4 sleeping bag dan 4 matras yang dia punya. Karena Mail beranggapan
packingan yang kita lakukan salah, Akhirnya ia harus merepacking Carrier kita. Setelah
mail selesai packing, ternyata tersisa satu carrier kosong dan terapksa di
tinggal. Team yang akan mendaki ada enam orang, empat orang membawa carrier,
dua orang laginya hanya membawa badan, sebagai pemain cadangan jika nanti ada
temen kita yang kelelahan membawa carrier. Itu yang Mail anjurkan kepada kita.
Waktu sudah
menunjukan jam 8 malam. Setelah semuanya sudah selesai, sekarang tinggal
berangkat. Mail menganjurkan backpacker sebagai metode perjalanan untuk sampai
ke Papandayan. Karena Mail yang lebih berpengalaman, kita mah ikut aja. Dari basecamp
kita langsung menuju pasar Induk untuk mencari tebengan kepada truk sayur
berplat Z yang ingin kembali ke garut. Buat kamu yang berada di Tangerang
cobalah cara ini ketika kamu ingin mendaki gunung yang berada di garut,
nantinya kita akan dimintain uang 20ribu satu orang, itu belum di tawar. Nanti sang
supir akan mengantarkan ke tempat terdekat gunung yang ingin kita daki. Tapi untuk
sekarang kayanya menumpang truk sayur bukanlah hal rahasia lagi bagi orang
Tangerang. Hampir setiap weekend ada saja yang ramai-ramai menggamblok carrier
dan menunggu truk sayur di pasar Induk.
Jam setengah
10 malam kita berangkat dari Tangerang menuju Garut menggunakan truk
syaur. Oh iya, kita berangkat seminggu
setelah lebaran. Waktu itu karena malam dan jalanan sangat sepi sekali. Waktu tempuh
Tangerang – Garut hanya membutuh kan waktu sekitar 5 jam lebih. Jam 3 subuh
kita sampai di alun-alun Cisurupan. Truk tidak bisa mengantar sampai Camp David
karena dari alun-alun Cisurupan sudah ada mobil pick up yang akan mengantar
kita sampai Camp David dengan tarif Rp20.000 perorang. Alun-alun Cisurupan
sampai Camp David sudah menjadi trayek mobil pick, jadi tidak ada mobil lain
yang mengantar pendaki sampai Camp David kecuali jika kita bawa kendaraan
sendiri. Camp David adalah tempat pendaftaran kita untuk mendaki Papandayan.
Sesampainya
di alun-alun Cisurupan kita langsung mencari sarapan untuk mengisi perut
sebelum memndaki. Setelah makan, kita langsung berangkat menuju Camp David. Karena tidak setuju dengan tarif yang
ditwarkan sang sopir pick up dan dari awal tujuan kita adalah backpacker jadi
kita putuskan untuk jalan samapai keatas, tidak menggunakan jasa mobil pick up
(ini perpaduan backpacker sama pelit). Selama perjalan kita selalu menoleh ke
belakang, berharap ada mobil pick up kosong yang akan memberikan tebengan ke
kita sampai Camp David. Sekitar
sejam kita jalan tapi belum juga mendapatkan tebengan, berkumandanglah Adzan
subuh. Kebetulan lokasi masjidnya tidak jauh dari kita, kita langsung solat sekalian
istirahat. Seelesainya solat subuh, kita istirahat dulu di masjid sambil nunggu
matahari terbit. Ketika sedang asik bercanda gurau, ada seorang bapak-bapak
yang membawakan air panas, teh dan gula untuk kita. Katanya buat ngantein
badan. Wah baik sekali yah. Akhirnya kita ngobrol panjang lebar dengan bapak
ini. Gua ga tau namanya, hehe. Di sepanjang jalan menuju Camp David, banyak
pohon sayuran. Jika kamu bisa melakuakan pendekatan dengan warga setempat, kamu
coba minta sayuran dengan basa-basi membelinya, pasti akan dikasih gratis.
Matahari mulai
terbit, kita putuskan untuk berjalan kembali. Ga lama kita berjalan, banyak
rombongan-rombongan pendaki yang menggunakan pick up menyusul kita. Tatapan tajam,
senyuman manis dan kalimat “duluan yah!” selalu terdengar dari setiap pendaki
yang melewati kita menggunakan pick up. Kita tetap menikmati perjalanan ini
walaupun dalam hati menyesal karena sudah menyusahkan diri sendiri. Ga lama
dari itu terlihat sebuah mobil pick up kosong yang berjalan kearah kita. Kita coba
memberikan simbol mengacungkan jempol sambil di goyangkan ke kiri dan kanan. Berhentilah
mobil itu sejajar dengan kita.
“ikut A sampe atas”
Mail membuka obrolan sambil berjalan
kearah pintu mobil, menghampiri sang supir.
“sok, ada berapa orang?”
“ada enam A!”
“ada enam A!”
“yawdah 60ribu sampe atas!”
“kurangin atuh A”
Sambil memasang muka melas, mail
mencoba menawar
“yawdah 50ribu dah”
“ga jadi deh A kalo segitu mah”
“sok atuh berapa maunya”
“sok atuh berapa maunya”
Sang supir mulai merasa bosan
“30ribu sampe atas A”
“ya sok naek-naek cepet”
“ya sok naek-naek cepet”
Sang sopir mengeluarkan kepalanya
sambil menghitung jumlah anggota kami.
Akhirnya kita
berangkat menuju Camp David menggunakan mobil pick up dengan tarif Rp5.ooo
perorang. Ternyata tadi kita selama berjalan belum ada setengah untuk sampai
Camp David. Trek yang kita lalui masi jauh dan semakin keatas trek yang dilalui
pun semakin sulit. Pantas saja supir-supir pick up memnita harga mahal untuk
mengantarkan pendaki sampai Camp David.
Jam 8 kita
sudah sampai di Camp David. Kita langsung melakukan proses pendaftaran. Waktu itu,
tiket masuknya hanya Rp2500, itu sudah maksimal berkemah tiga hari di
Papandayan. Setelah melakukan pendaftaran dan nyantai-nyantai cantik, kita
langsung melakukan pendakian. Jalur yang kita lalui untuk mendaki cukup landai.
Setelah berjalan 30 menit, nanti kita akan bertemu sebuah kawah belerang yang
baunya amat, teramat, sangat. Walaupun sudah memakai masker tapi baunya
seolah-olah dengan sadis sengaja merobek masker kita dan memaksa aroma nan
sedap yang dikeluarkan dari kawah itu.
Setelah tiga
jam berjalan, akhirnya kita sampai di Pondok Salada. Disini terdapat sebuah
lapangan yang sangat luas, dan banyak pendaki-pendaki yang ngecamp disini untuk
melakukan perjalanan menuju tegal Alun esok pagi. Kita langsung mencari sebuah
tanah lapang dibawah pohon-pohon untuk mendirikan tenda. Selesai diriin tenda
kita langsung nyantai-nyantai cantik. Yes, seneng banget bisa berada disini,
bener-bener ngerasain suasana alam. Tapi ternyata gua belum bisa nikmatin alam.
Yang gua lakukan di alam, sama aja kaya di rumah. Cuma males-malesan doang di
tenda sampe malem tiba.
Malem pun
tiba, ketika semua sudah tertidur gua dan Fadli masih ga bisa tidur. Ga tau
sugesti karena baru pertama kali di alam atau apalah. Semakin malem semakin
dingin. Ah tai banget, ko dingin banget sih. Duh, padahal udah make jaket
double. Mungkin faktor dingin juga kali yang bikin ga bisa tidur. Gua terus
ngeliatin jam di HP, berharap cepat-cepat datengnya pagi, tapi semakin gua
sering liat, gua ngerasa waktu ga jalan. Sekitar jam 2 malem, gua coba tidur,
ga lama setelah meremin mata, badan gua langsung kedinginan parah. Gua langsung
susah nafas. Disaat itu, impian gua tentang semeru langsung hilang dari kepala
gua. Gua berkata dalam hati, ga mau-mau lagi naik gunung. Disitu gua udah
pasrah, kalo emang harus meninggal di Papandayan. Dengan sekuat tenaga gua coba
berdiri, gua minta bantuan temen gua buat bikin api unggun. Ternyata bikin api
unggun di gunung ga segampang ya gua bayangin, di tambah lagi ranting-ranting
pohonya basah terkena embun. Untung aja Fadli bawa sepirtus, jadi agak gampang
untuk membakar kayunya. Setelah api unggu menyalah, gua langsung menghangatkan
badan. Gua memilih jalan-jalan ga jelas, biar badan terus bergerak -- biar
badan ga terlalu dingin. Setelah badan mulai cape, gua kembali ke tenda dan
mencoba tidur kembali. Akhirnya gua bisa tidur dengan nyenyak sampe pagi.
Besok paginya
gua membatalkan ngecamp dua malem, karena takut kejadian semalem keulang
kembali. Disini gua baru sadar bahwa persiapan gua ke gunung sangat kurang. Untung
saja ini masi di Papandayang, tidak jadi ke semeru. Andai aja ke semeru jadi
tanpa pengetahuan dan bekal yang cukup, mungkin sekarang gua udah tewas. Ternyata
tuhan masi memberikan gua hidup. Terima kasih Allah S.W.T. setelah memasak untuk makan siang, kita putuskan untuk
kembali pulang, meninggalkan Papandayan, walaupun stock makanan masih banyak.
Seperti yang
kita lakukan sebelumnya, dari Camp David, kita tidak langsung menggunakan jasa
mobil pick up. Kita berjalan dulu kebawah sampai menemukan tebengan, dan
ternyata benar, backpacker itu penuh dengan keajaiban. Kita mendapatkan
tebengan lagi dengan membayar Rp5000 perorang sampai alun-alun cisurupan. Dari alun-alun
cisurupan, kita mencari tebengan sampai terminal bus, niatnya kita akan
menggunakan bus untuk pulang dikarenakan truk sayur dari garut tidak menerima
penumpang untuk ke Tangerang soalnya mereka membawa sayur-mayur yang membuat
truknya penuh.
Setelah di
terminal kita berubah pikiran, kita memilih mencari tumpangan sampai cileunyi
Bandung. Akhirnya dapet tumpangan mobil pick up yang menawarkan sampai Cipanas.
Kita berpikir wah lumayan tuh sampe Cipanas bogor. Ternyata Cipanas bukan hanya
di bogor saja, ternyata Garut juga punya Cipanas. Dari Cipanas kita berjalan
menuju jalan raya Garut – Bandung sambil mencari tebengan. Akhirnya kita
mendapatkan sampai alun-alun Leles garut. Di Leles kita putuskan untuk
istirahat makan nasi goreng. Waktu itu sudah jam 8 malam, tapi kita masi
terombang-ambing di kota orang. Setelah selesai makan, kita lanjutkan jalan
lagi. setelah setengah jam jalan akhirnya ada mobil pick up yang menawarkan
tumpangan kepada kita. Kebetulan dia ingin ke cileunyi. Yeah, tuhan memang
baik.
Setelah beberapa
menit mobil berjalan, sampailah di Nagreg. Supirnya ingin istirahat dulu di
warung pinggir jalan. Sambil istirahat, sang supir mencoba mengajak ngobrol
kita dan ternyata sang supir adalah anak yang suka mendaki juga. Dia menanyakan
kita mau pulang kemana? Kita menjawab ke Tangerang. Terus dia bilang, yawdah
bareng aja sama gua, gua mau balik ke jakarta. Tuhan benar-benar membuktikan
sebuah keajaiban dalam backpacker. Demi kita, sang supir mengurungkan niat
untuk melewati jalan tol. Sang supir memilih rute jalan biasa karena membawa
kita. Karena kebaikan sang supir, kita berinsiatif patungan untuk mengasih uang
bensin kepada supir sebagai pengganti kebaikan dia.
Itulah
pengalaman gua backpacker sekaligus mendaki gunung. Gua sangat berterimakasih
kepada Allah S.W.T. terma kasih juga kepada kedua orang tua gua yang selalu
berdoa buat gua. Terimakasih buat temen-temen perjalanan Arief, Fadli, Mail,
Riki, dan Surya. Terima kasih buat semua temen-temen yang sudah mendukung.
Jika ada yang mau ditanyakan, langsung saja tanyakan di
komentar.
Terima kasih sudah membaca :)